0

Review Buku PERADABAN ATLANTIS NUSANTARA

Sunday 24 February 2013

http://ahmadsamantho.wordpress.com/2011/09/16/review-buku-peradaban-atlantis-nusantara/

REVIEW BUKU: PERADABAN ATLANTIS NUSANTARA
Karya Ahmad Y. Samantho & Oman Abdurahman, et.all
Peradaban Atlantis Nusantara
Berbagai Penemuan Spektakuler Yang Makin Meyakinkan Keberadaannya
Kategori: Isu Baru
ISBN: 978-602-9159-30-1
Ukuran: 15 x 23 cm
Halaman: 560 halaman
Terbit: Juli 2011
Harga: Rp. 74900
DIRECT SELLING
SC: Rp. 74.900
Off: 25%
Saat ini: Rp. 56.175
__________________SINOPSIS_____________
Kenyataan bahwa sebuah peradaban besar pernah mengambil tempat di bumi Nusantara kini bukan hanya cerita belaka. Berbagai penemuan spektakuler dan mencengangkan terbaru, diungkap dalam buku ini. Penulisnya adalah orang Indonesia, dan pembahasannya pun dikaitkan dengan beberapa teks yang termuat pada Kitab Suci. Sehingga siapa pun yang membacanya dapat mengambil manfaat besar dari berbagai sudut pandang. Sangat Lengkap, dan sesuatu yang direkomendasikan untuk dibaca. Ditemukan: • Piramida di Jawa Barat yang lebih besar dari piramida Mesir • Situs Gunung Padang di Cianjur • Situs Batujaya di Kerawang-Bekasi • Situs Pasemah di Pagar Alam, Sumatra • Relief-relief di Candi Penataran, Blitar. • Berbagai situs purba yang belum tereksplor, dll Ahmad Yanuana Samantho terlahir di Bogor. Ia tamat kuliah S-1 di FISIP-UT jurusan Administrasi (Manajemen) Pembangunan, (1998) dan S-2 Filsafat Islam di ICAS. Kini dia mengelola lebih dari 10 Blogsite, antara lain Reinventing Atlantis Sunda di http://www.atlantissunda.wordpress.com. Kini ia juga membina groups Atlantis Indonesia di FaceBook dan menjadi anggota Group Gregetnusantara di FB. Oman Abdurahman terlahir di Ciamis, 14 Desember 1961. Beliau Menyelesaikan S-2 Rekayasa Pertambangan Insitute Tehnologi Bandung, Bid. Hidrogeologi. Segudang pengalaman pendidikan, kerja, dan organisasi telah mewarnai hidupnya. Alamat email: o_arahman@yahoo.com dan omanarah@gmail.com

Penemuan spektakuler dua sarjana terkemuka dunia: Prof.Dr. Aryisio Nunes des Santos dan Prof.Dr.Stephen Oppenheimer terhadap bukti-bukti faktual sejarah besar Nusantara kuno tentu saja sudah kontroversial dan mengguncangkan kemapanan dominasi paradigma ilmu pengetahuan Barat moderen saat ini. Melalui ketekunan dan kegigihan penelitian mereka berdua –walau masing-masing menggunakan pendekatan interdisipliner dan fokus penelitian yang berbeda– ditemukan fakta bahwa tanah Nusantara adalah tanah kelahiran Induk Peradaban besar dunia.
Santos dengan bukunya “Atlantis, The Lost Continent Has Finaly Found, The Definitive Localization of Platos’s Lost Civilization”yang dalam edisi terjemahan Indonesianya bertajuk:  “Indonesia Ternyata Tempat Lahir Peadaban Dunia”. Sedangkan Oppenheimer dengan bukunya: “Eden in The East, Benua Tenggelam di Asia Tenggara” dengan fokus utama pada hasil penelitian penelusuran jejak genetika umat manusia, akhirnya menyimpulkan bahwa Indonesia atau tepatnya Nusantara adalah lokasi Tanah Surga-nya Nabi Adam dan Siti Hawa, Bapak dan Ibu Agung Umat manusia se-dunia,  serta habitat tempat persemaian peradaban, budaya dan ilmu pengetahuan awal umat manusia cerdas yang menjadi lahan garapan para Nabi Allah SWT.
Namun demikian kedua hasil penelitian para profesor tersebut terasa belum lengkap dan komprehensif karena belum menyertakan sumber-sumber dan data mutakhir dari khazanah pemikiran filsafat dan agama, khususnya sejarah filsafat Islam dan pendekatan mistisisme atau ilmu Tasawuf (Irfan/islamic Mysticism) sebagai sebuah disiplin ilmu dan kajian interdisipliner bidang kearifan lokal dan sejarah Nusantara dari anak-anak warga pribumi Nusantara itu sendiri. Nah, pada dimensi yang terakhir inilah buku karya Ahmad Y. Samantho dan Oman Abdurahman ini mengambil peran dan posisi strategisnya dalam wacana dan upaya penelitian lanjutan terhadap “Misteri Sejarah Agung Peradaban Kuno Nusantara”.
Lebih dari itu, dari kajian yang dilakukan Samantho dan Oman dalam buku ini, ditemukan warisan Peradabaan Agung dan Luhur Nusantara yang sangat berharga dan bernilai tinggi, yaitu kearifan filsafat dan kebijaksanaan abadi dan universal (Perennial Wisdom) berupa “Kesadaran dan Ajaran Ketuhanan-Kemanusiaan” yang abadi, lintas peradaban-budaya bangsa-bangsa, lintas zaman dan tradisi-tradisi agama-agama.
Inilah signiikansi pentingnya buku PERADABAN ATLANTIS NUSANTARA, yang menyingkap Hikmah di balik dilema ANTARA MITOS DAN REALITAS yang berada di alamnya. Sekali lagi buku ini  dengan jelas telah mengupas secara kritis kelemahan dan kegalatan atau kerancuan serta kegagalan dominasi paradigma sains (ilmu pengetahuan) Barat Modern yang masih kental dengan Modernisme-nya yang sekular-materalistis dan “bermata sebelah” dalam memandang dan mengungkap Realitas Mutlak Ketuhanan dan manifestasi-Nya dalam Sejarah Induk Peradaban Umat Manusia.
Buku ini juga mengungkap kecenderungan kontroversial berbagai sarjana dan pemikir dunia Barat yang kini telah berpaling dan berupaya menengok kembali kepada Nilai-nilai dan Tradisi Luhur Ilmu Pengetahuan dan Kearifan Timur sebagai suatu “Jalan Alternatif” dalam menyongsong “Fajar Kebangkitan Spiritual Dunia Baru” di Milenium ketiga di Timur. Hal ini diyakini sebagai solusi terbaik untuk menanggulangi krisis multidimensional global umat manusia saat ini, melalui jalan kembali ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan-Perwakilan, serta Keadilan Sosial, berdasarkan kesadaran penuh dan kearifan “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hanna Dharma Mangrua”  (“Keaneka-ragaman dalam Kesatuan ‘sumber dan Tempat Kembali’, dan Tiada Kebenaran yang Mendua”).
Tentu saja apa yang dibahas  dalam buku ini masih harus ditindaklanjuti dengan berbagai penelitian interdisipliner dari berbagai cabang ilmu pengetahuan dan metodologi, karena masih banyak misteri yang belum terungkap dengan jelas. Salah satunya, misalnya dengan diketemukannya beberapa bentang alam bukit atau gunung berbentuk piramida di Nusantara, seperti bukit Lalakon, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, dan bukit Sadahurip, kabupaten  Garut, Jawa Barat,  baru-baru ini. Juga berbagai penemuan situs-situs bersejarah lainnya di berbagai penjuru Nusantara yang berusia ribuan tahun  seperti fosil hutan mangrove di kedalaman laut Jawa dan perairan pantai selatan Kalimantan Selatan.
Kumpulan Foto Seminar Internasional Tentang Atlantis Sundaland:
http://www.facebook.com/media/set/?set=a.1572786489489.2085412.1530337896
Sudah tentu, sejarah nasional Indonesia harus ditulis dan disusun ulang kembali. Tulis ulang tersebut bukan sekedar untuk penelitian dan pengembangan ilmu sejarah itu sendiri, tapi demi kepentingan banyak aspek dan dimensi penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan alam maupun humaniora (ilmu-ilmu kemanusiaan), dan lain-lain aspek peradaban bangsa. Lebih dari itu, pengungkapan sejarah peradaban Nusantara kuno, yang menurut beberapa peneliti terkait dengan  fakta sejarah Atlantis-Lemuria atau negeri Eden in The East (Surga di Timurl) jelas sangatlah penting dalam membangun kembali “National Character Buiding”. Yaitu, membangun kembali jati diri dan watak bangsa, kebanggaan dan harga diri sebagai sebuah bangsa besar dengan peradaban unggul dan mulia, yang menjadi contoh dan prototype bagi semua peradaban besar lainnya di dunia.  Kesadaran dan kebanggaan baru ini bukanlah untuk menjadikan kita sombong dan takabur, melainkan untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan cara  giat dan tekun bekerja dan berbuat kebaikan bagi seluruh alam semesta dan dunia. Bersyukur dengan giat dan tekun belajar dari sejarah, agar dapat meneruskan semua kebaikan dan kemajuan leluhur Nusantara, dan tidak lagi mengulangi berbagai kesalahan dan keburukan mereka. Untuk kembali bersatu dengan alam, bersatu dengan penuh cinta kasih dan tanggung jawab memelihara dan menjaga kelestariannya, memanfaatkannya dengan penuh kearifan dan hikmah serta membagikannya bagi kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat dan bangsa dengan penuh keadilan dan kemanusiaan. Terhindar dari keserakahan dan kerakusan egois pribadi, keluarga dan kelompok sendiri yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dan NKRI karena itu akan merusak sendi-sendi nilai keadilan, kemanusiaan dan ketuhanan.



Tentang buku ini, budayawan Indonesia terkemuka, Dr. Radhar Panca Dahana berkomentar: “Bahwa negeri kepulauan ini memiliki kejayaan sejak dulu, sebenarnya semakin terang dalam tahun-tahun belakangan ini. Bukan hanya melulu karena imajinasi dan ilusi sebagian dari kita, tapi juga karena fakta ilmiah yang berurutan membuktikannya. Sehingga kini tiadalah alasan bagi siapa pun untuk tidak mempercayai kemampuan, keberdayaan dan potensi luar biasa yang terpendam dalam diri kita, sebagai manusia, juga sebagai bangsa. Terlalu banyak alasan untuk meyakini: bahwa kita memiliki semua modal untuk menjadi besar. Buku Ahmad Samantho (dan Oman Abdurahman) ini menelisik dengan rajin dari mulai isyu, fakta, hingga opini tentang semua persoalan itu. Ia menyiapkan banyak alasan bagi siapa pun manusia Indonesia untuk meyakini dan mengembalikan kejayaan itu. Kecuali bagi mereka yang tidak mempercayai diri sendiri, lebih mempercayai pihak lain, mendustai, memanipulasi dan mengkhianati realitas historisnya ini. Semoga buku ini menjadi obat bagi mereka.”
Prof.Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, mantan ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, yang pernah menyarankan agar tema tentang Atlantis di  nusantara ini agar dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional, berkomentar: “Saya bersyukur bahwa melalui buku ini saudara Ahmad Samantho dan Oman Abdurahman turut memperkenalkan teori Profesor Santos mengenai benua “Atlantis Indonesia” kepada khalayak pembaca yang semakin luas. Kadang-kadang, sejarah memang bukan hanya soal salah dan benar. Untuk mendorong impian warga bangsa menuju masa depan, kita memerlukan kesadaran sejarah tentang kebesaran-kebesaran masa lalu, makin jauh kita menghargai masa lalu, makin terbuka peluang dan tantangan bagi kita untuk berusaha mewujudkan mimpi tentang masa depan. Hanya dengan kesediaan dan kemampuan menghargai masa lalu itulah, kita berhak untuk bermimpi untuk membangun peradaban bangsa kita di masa depan.”
Sementara, Dr. Ir. Cahyana Ahmad Jayadi, MH, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, menyatakan: “Mengenal dan memahami peradaban masa lalu bagi setiap bangsa, merupakan salah satu kunci keberhasilan membangun karakter bangsanya. Hanya bangsa yang memiliki karakter-lah yang bisa survive menghadapi tantangan zaman di era globalisasi hari ini dan esok. Oleh karena itu, penerbitan buku karya Kang Ahmad Samantho dan Kangrai Oman Abdurahman ini, merupakan salah satu iktiar menyediakan referensi tentang sebuah peradaban yang pernah hadir di wilayah Nusantara ini, di mana dengan memahami keunggulan dan kelemahan peradaban Atlantis, kita dapat jadikan modal dasar untuk mengembangkan peradaban maju berbasis keunggulan budaya dan karakter bangsa Indonesia, Insya-Allah, Amin.”
]Prof.Dr. Abdul Hadi WM, budayawan, Sastrawan dan Penyair Sufi Nusantara yang juga dosen PMIAI Universitas Paramadina-ICAS Jakarta, mengungkapkan: “Buku ini mempunyai pandangan apokaliptik, sebagaimana beberapa buku lainnya. Dari pandangan apokaliptik itu kemudian dikembangkan menjadi pandangan sejarah. Di antara buku seperti ini, misalnya oleh Ibnu Khaldun, Hegel, Oswald Spengler dan Toynbee. Mengikuti jejak Ibn Khaldun dan Spengler, Toynbee melihat sejarah dalam perputaran musim. Suatu peradaban berkembang subur dan marak pada mula pertamanya, ibarat tetumbuhan di musim semi. Lalu datanglah musim panas, peradaban mulai kerontang. Kemudian disusul musim gugur, krisis dan kerontokan mulai mengancam peradaban, antara lain ini disebabkan oleh dekadensi moral dan dehumanisasi, sehingga akhirnya tiba masa kematiannya di musim dingin. Perputaran musim berikutnya terus bergulir, menanti fajar musim semi.”
JAKARTA – Piramida setinggi 20 meter ditemukan di Kabupaten Bandung. Piramida ini diduga sebagai peninggalan peradaban Atlantis di Indonesia. Benarkah Atlantis berada di wilayah Indonesia?
Peneliti Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Oki Oktariadi mengatakan, seorang profesor asal Brasil Aryso Santos mengatakan bahwa Atlantis yang hilang sebagaimana diceritakan ilmuwan asal Yunani Plato itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Pendapat itu muncul setelah Santos melakukan penelitian selama 30 tahun yang menghasilkan buku Atlantis, The Last Continent Finally Found,The Definitive Localization of Platos’s Lost Civilization.Dalam bukunya Santos menampilkan 33 perbandingan. “Seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam,gunung berapi, dan cara bertani. Akhirnya Santos menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Sundaland atau Indonesia bagian barat,” ujar Oki saat diwawancarai wartawan di Auditorium Universitas Paramadina, Jakarta, kemarin. Namun, dia mengajak semua pihak tidak terjebak dengan nama Sundaland. Pihaknya melihat, pemberian satu nama pada daerah tertentu itu ada alasannya.Secara sains, semua itu masih hipotesis.Kesulitan mengidentifikasi identitas Atlantis karena Indonesia merupakan daerah tropis. Untuk itu, penelitian harus dilakukan di daerah permukaan. Sekarang, kata dia, memang banyak yang sedang mengeksplorasi Pulau Jawa.Dia menyarankan para peneliti itu melakukannya 150 meter di bawah laut,khususnya di Selat Malaka dan Laut Jawa. Pakar komunikasi dari Universitas Indonesia (UI) Effendi Ghazali, saat launching buku Peradaban Atlantis Nusantara di Universitas Paramadina, 28 Juli 2011,  menyampaikan, dugaan keberadaan Atlantis di Indonesia ini penting dan menantang. Ini mungkin bisa menelurkan gagasan yang belum dipahami saat ini. radi saputro
http://showbiz.vivanews.com/news/read/210471-d-cinnamons-siapkan–altantis–di-album-kedua

0 Responses to "Review Buku PERADABAN ATLANTIS NUSANTARA"