Di
sini saya mengingatkan (afwan kalau keilmuan saya belum membawa saya
pada posisi yang pantas untuk mengingatkan) bahwa tidak ada bedanya
shaim (orang yang niat berpuasa) yang makan dan minum 10 jam sebelum
waktu berbuka dengan yang makan dan minum 30 detik sebelum waktunya,
puasa keduanya sama-sama batal, dan tidak terhitung sebagai puasa sehari
penuh, minimal merusak kesempurnaan puasa.
|
|
Saya
tiba-tiba merasa terpanggil menulis ini, setelah menerima pesan di
inbox dari teman sesama pelajar Qom yang sekarang sedang berada di tanah
air, menghabiskan liburan musim panasnya. Beliau bertanya mengenai
waktu berbuka puasa di Indonesia, yang katanya hari masih cukup terang
namun waktu berbuka dengan terdengarnya adzan maghrib telah masuk.
Sementara di Iran, berbuka puasa ketika hari benar-benar telah gelap.
Saya juga pernah mengalaminya sendiri ketika berada di tanah air tahun
lalu, sampai saya menulis di status FB saya, sekedar mengingatkan, untuk
konteks Indonesia, petanda masuknya waktu berbuka adalah masuknya
malam, bukan adzan maghrib, terlebih lagi ketika melihat suasana langit,
yang waktu itu masih terang, yang bisa jadi (untuk sementara ini
sekedar dugaan saja, butuh tahkik lebih lanjut) waktu adzan maghrib
sendiripun sebenarnya belum masuk.
Termotivasi
oleh hadits Nabi saww, “Senantiasa berada dalam kebaikan, mereka yang
selalu menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari-Muslim). Maka kebanyakan kaum
muslimin begitu adzan maghrib berkumandang, segera menyantap sajian
menu berbuka, bahkan tidak sedikit yang malah sekedar mendengar bunyi
bedug, dengan segera ia mengakhiri puasanya. Jika kita imsak lebih awal
mungkin tidak ada masalah dan tidak mengganggu keabsahan puasa, meskipun
penilaian syar’inya baru terhitung sejak fajar. Begitu juga dengan
berbuka puasa. Jika waktunya telah masuk, mengakhirinyapun tidak
mengurangi kesempurnaan puasa, meskipun sebaiknya adalah menyegerakan.
Namun bagaimana halnya menyantap makanan dan minuman dengan niat berbuka
sementara waktunya belum masuk?
Di
sini saya mengingatkan (afwan kalau keilmuan saya belum membawa saya
pada posisi yang pantas untuk mengingatkan) bahwa tidak ada bedanya shaim (orang yang
niat berpuasa) yang makan dan minum 10 jam sebelum waktu berbuka dengan
yang makan dan minum 30 detik sebelum waktunya, puasa keduanya
sama-sama batal, dan tidak terhitung sebagai puasa sehari penuh, minimal
merusak kesempurnaan puasa.
Adzan Maghrib Patokan Berbuka?
Untuk konteks Indonesia, waktu adzan maghrib biasanya berkisar pukul
18.00 yang ditandai dengan warna langit yang mulai redup dengan rona
kemerahan di ufuk barat, waktu matahari mulai atau sedang dalam proses
terbenamnya, dan langit mulai gelap berkisaran 15-20 menit setelahnya,
waktu matahari telah benar-benar terbenam yang kita kenal dengan sebutan
malam. Mayoritas muslim di Indonesia sejak lama telah menjadikan
berkumandangnya adzan maghrib sebagai tanda waktu berbuka puasa.
Pertanyaannya, adakah dalilnya yang menyatakan adzan maghrib adalah
tanda waktunya berbuka puasa? Dan bagaimana pula petunjuk Nabi saww dan
Al-Qur’an mengenai waktu berbuka puasa?
Insya Allah kita bahas (tulisan ini sekedar sharing yang terbuka untuk didiskusikan kembali).
Kita
mulai dari petunjuk Nabi saww, bagaimana beliau berbuka. Jangan melulu
yang dikaji ketika berkenaan dengan berbuka puasa, adalah hadits Nabi
saww yang menganjurkan untuk menyegerakan berbuka, sementara waktu
berbuka sendiri belum kita ketahui, bagaimana Nabi telah menetapkannya.
Hadits-hadits berbuka puasa dari kitab Shahih Bukhari:
Dari
Ashim bin Umar bin Khattab ra dari ayahnya ra., ia berkata: Rasulullah
saw bersabda: "Apabila malam datang dari sini, dan siang berlalu dari
sini, sedang matahari terbenam sesungguhnya orang yang puasa boleh
berbuka" (Hadits no. 1865)
Dari
Abdullah bin Abu Aufa ra., ia berkata: "Kami bersama Rasulullah saw
dalam suatu perjalanan. Sedang beliau dalam keadaan berpuasa. Ketika
matahari terbenam, maka beliau bersabda sebagian kepada kaum . "Wahai
Fulan, berdirilah, campurlah sawiq (tepung gandum) dengan air."….. Orang
yang diperintah lalu turun, terus membuat minuman. Kemudian Nabi saw
minum lalu beliau bersabda: "Apabila kamu melihat malam datang dari sini
maka berbukalah orang yang berpuasa." (Hadits no. 1866)
Begitu juga dengan hadist no. 1867 dengan tambahan teks, “Dan beliau mengisyaratkan dengan jari beliau ke arah timur.”
Hadist-hadits tentang berbuka puasa dengan sanad dan matan hadits sebagaimana di atas juga terdapat dalam Shahih
Muslim pada bab “Kitab As-Shiyaam”. Selain itu, dalam Shahih Muslim
juga terdapat riwayat dari Umar bin Khattab ra bahwa Rasululah saw telah
bersabda, “Apabila siang telah pergi dengan terbenamnya matahari, maka
orang yang berpuasa telah boleh berbuka.”
Nah,
dari hadits-hadits di atas, tidak ada satupun kata atau kalimat yang
mengaitkan antara adzan maghrib dengan berbuka puasa, begitu juga tidak
ada penetapan dari Nabi, bahwa begitu adzan maghrib dikumandangkan, kita
telah boleh berbuka puasa. Patokan atau tanda bolehnya berbuka puasa
sebagaimana riwayat-riwayat di atas adalah siang telah pergi, matahari
telah tenggelam dan malam telah datang. Ringkasnya begini, dari
hadits-hadits mengenai waktu berbuka yang diriwayatkan dalam Shahihain,
tidak satupun yang dapat dijadikan dalil bahwa adzan maghrib adalah
tanda waktu berbuka puasa. Yang menjadi patokan adalah, tenggelamnya
matahari dan telah datangnya malam. Sementara adzan maghrib bukan
dikumandangkan setelah matahari tenggelam, melainkan ketika matahari
sedang menuju proses tenggelamnya.
Kalaupun
adzan maghrib bisa dijadikan patokan berbuka puasa, sebuah keniscayaan
Nabi Muhammad saww akan menyampaikannya, sebab tidak ada sulitnya untuk
menyampaikan itu, sebagaimana Nabi saww mengaitkan waktu imsak dengan
adzan subuh, sebagaimana hadits berikut, dari Abdullah ra, katanya,
telah bersabda Rasulullah saw, bahwa dengan suara adzan Bilal yang biasa
kedengaran tengah malam, makan minum masih dapat diteruskan, dan
batasnya adalah suara adzan bin Ummu Maktum.” (HR. Muslim).
Waktu Berbuka Menurut Al-Qur’an
Selanjutnya, bagaimana Al-Qur’an menetapkan waktu berbuka puasa?
Kita
dapat membaca dalam surah Al-Baqarah ayat 187, saya penggal saja
langsung pada intinya, karena berkaitan dengan mencampuri istri, Allah
SWT berfirman, “…dan makan minumlah hingga terang
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”.
Dari ayat ini jelas, bahkan secara tegas menetapkan perintah bahwa puasa harus disempurnakan sampai datang malam (ila-lail), artinya waktu berbuka puasa adalah setelah masuknya malam, bukan menjelang malam, seperti waktu dikumandangkannya adzan.
Selanjutnya
apa yang dimaksud Al-Qur’an dengan malam, apakah adzan maghrib yang
dikumandangkan saat matahari sementara dalam proses terbenamnya termasuk
dalam bagian malam? Apakah masih terlihatnya redup rona kemerahan di
ufuk barat termasuk tanda telah datangnya malam?.
Semua
mufassir sepakat, sebaik-baik penafsir ayat Al-Qur’an adalah ayat
Al-Qur’an sendiri, setelah itu qaul Nabi saww. Kita lihat pada ayat lain
dalam Al-Qur’an, bagaimana Allah SWT menjelaskan tentang malam.
Dalam surah Yaasin ayat 37 Allah SWT berfirman, “Dan
suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami
tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada
dalam kegelapan.”
Atau
di ayat pertama surah Al-Lail, “Demi malam apabila menutupi (cahaya
siang).” Kita juga bisa lihat pada surah al-Falaq ayat 3, “…dan dari
kejahatan malam apabila telah gelap gulita.”
Dari
ayat-ayat tersebut yang bercerita tentang malam kita bisa menyimpulkan,
malam adalah datangnya kegelapan. Ketika siang dengan cahayanya yang
benderang telah tertutupi dan tergantikan dengan kegelapan, maka saat
itulah disebut dengan malam. Begitu Al-Qur’an menyebutkan. Dan
sebagaimana dalam surah Al-Baqarah ayat 187 yang telah saya sebutkan,
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” menunjukkan
waktu berbuka atau waktu untuk mengakhiri puasa menurut Al-Qur’an adalah
ketika datang malam, ketika langit diselubungi kegelapan, bukan
sebagaimana yang dipraktikkan kaum muslimin kebanyakan saat ini,
khususnya di Indonesia, yakni menjelang malam, bukan datangnya malam.
Biasanya berkisar 15-20 menit setelah adzan maghrib.
Lebih
detail lagi, tanda lain dari datangnya malam selain gelapnya langit
adalah tampaknya (bermunculannya) bintang-bintang. Allah SWT berfirman,
“Demi langit dan yang datang pada malam hari, tahukah kamu apakah yang
datang pada malam hari itu?, (yaitu) bintang yang cahayanya menembus.”
(Qs. At Thaariq [86] : 1- 3).
Ketika
ingin berbuka, perhatikanlah ke arah langit apabila telah mulai gelap
dan tampak minimal satu bintang (setahuku orang-orang menyebutnya
bintang kejora) itulah saat berbuka menurut Al-Qur’an dan petunjuk Nabi
saww, yakni tenggelamnya matahari dan datangnya malam. Ketika memang
sudah waktunya, segerakanlah berbuka, karena disitu terdapat kebaikan,
kata Nabi saww. Menyegerakan berbuka, sementara belum waktunya, kita
tahu sendiri konsekwensinya.
Wallahu ‘alam bishshawwab