skip to main |
skip to sidebar
Melalui Bank Yahudi Kuasai Semua
oleh : Sufyan al Jawi - Numismatik (ahli mata uang) Indonesia
Biarkan orang lain sibuk bekerja, berdagang, memproduksi barang dan
jasa. Tapi kita (Yahudi) yang mencetak uang kertas untuk mereka,
disitulah kekuasaan berada.
Riba adalah sumber kerusakan di
dunia ini. Anehnya riba semakin populer dan kokoh mencengkram kita.
Melalui Bank Sentral, riba masuk ke kantong dan dompet kita berupa uang
kertas dan uang digital (fiat money). Riba adalah dosa besar setelah
syirik dan durhaka kepada orang tua, dosa teringan dari pelaku riba sama
seperti dosa barzina kepada orang tua!
Berabad yang lalu, para
banco (rentenir Yahudi) telah memperkenalkan riba yang terselubung
dalam berbagai modus, sehingga mayoritas umat Islam kini hampir tak
mengenali lagi bentuk dan wujud riba yang kian mewabah. Empat belas abad
silam, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasalam telah bersabda:
"Sungguh akan datang kepada manusia, pada masa itu tidak ada seorang pun
dari mereka melainkan makan riba. Jika tidak memakan riba, ia akan
terkena debunya." (HR. Abu Daud, Mishkat - dan Ibnu Majah). Di antara
riba yang terselubung adalah bank yang berlabel syariah, pasar saham
syariah, uang kertas, sampai kartu kredit syariah. Tapi riba yang paling
berbahaya tapi populer sehingga ia ada dalam genggaman manusia adalah
uang kertas.Uang kertas dilihat dari segi fiqih, sudah jelas biangnya
riba, ia mengandung sekaligus dua jenis riba, yaitu riba al-fadl dan
an-nasiah, riba uang kertas takkan dijumpai dalam modus riba jenis lain.
Riba al-fadl adalah kelebihan (surplus) yang diperolehnya melalui
pencetakan nominal uang di atas kertas, dengan angka harga yang
ditetapkan itu jauh di atas nilai intrinsiknya (harga bendanya).
Misalnya uang Rp.100.000,- biaya intrinsiknya Rp.266,-/lembar, maka
kelebihannya adalah Rp.99.734. Inilah yang disebut riba tafadul (riba
yang ditentukan) atau disebut Seigniorge. Dan riba an-nasiah terjadi
karena penundaan pembayaran akhibat penimbunan uang (emas-perak) oleh
bank sentral di setiap negara. Ini menyebabkan neraca kredit berjalan
antar bilyet memaksa ditetapkannya bunga atas penundaan waktu untuk
kliring, yang disebut jasa penyewaan uang atau interest. (Sumber:
Dokumen Peruri & BI, Majalah Tempo, 25 Maret 2007).
Pertukaran uang kertas dengan berbagai barang dan jasa merupakan
pertukaran sesuatu yang ghaib dengan sesuatu yang nyata. Uang kertas
disebut ghaib karena pada hakikatnya uang kertas ini adalah banknote,
yaitu surat janji (note) dari bank yang menerbitkannya dan disebut
bilyet. Nota ini merupakan dayn atau utang, padahal utang pada bilyet
(banknote) tersebut tidak jelas kepada siapa ditujukannya? Dan kapan
dilunasinya?
Uang kertas hadir lewat penipuan para bankir sejak
abad ke-17 masehi, yang mendompleng penjajahan bangsa Eropa terhadap
bangsa lain, yang populer disebut imperialisme. Bukti bahwa uang kertas
itu tak berharga sama sekali, misalnya Rp.100.000,-, sobek menjadi tiga
serpihan atau lebih, maka lenyaplah sihir dan janji pada bilyet itu!
Karena Bank Sentral menolak penukaran uang kertas yang termultilasi
lebih dari dua bagian. Dan Bank Sentral memperlakukan uang kertas sesuai
masa berlakunya, sehingga seseorang yang terlambat menukarkan uang
kertas lama menjadi uang kertas baru, akan kehilangan assetnya yang
tersimpan dalam uang kertas itu.
Dominasi Yahudi
Bank Sentral: Alat Mengeruk Kekayaan
Bagaimana mereka melakukan ini? Sederhana. Pertama, mereka kuasai saham
Bank Sentral, lalu mereka memulai aksinya. Katakanlah uang yang beredar
di sebuah negara adalah 5 miliar riyal, kemudian Bank Sentral
menerbitkan 15 miliar riyal baru yang diedarkan dalam bentuk pinjaman
pembangunan. Maka jumlah uang yang beredar menjadi 20 miliar riyal, ini
akan melemahkan daya beli dari 5 miliar riyal di masyarakat sebelumnya,
karena nilainya tinggal 25% dari perekonomian. Inilah yang disebut
inflasi. Lalu harga-harga melonjak, misalnya: semula 1 riyal = 1 kg
kurma, dengan inflasi tadi kini 1 riyal = 1/4 kg kurma. Dengan demikian
Bank Sentral mengontrol 75 % dari sirkulasi uang di negara tersebut.
Tapi ini baru tahap I.
Karena nilai uangnya merosot, maka
pengusaha kembali ke bank untuk mengajukan pinjaman baru untuk tambahan
modal, sebab ongkos produksi menjadi mahal. Kaum buruh menuntut kenaikan
upah agar dapat hidup layak, karena naiknya harga-harga. Saat Bank
Sentral cukup puas dengan tingkat utang di masyarakat, mereka mulai
mengetatkan suplai uang dengan mempersulit pinjaman dan menaikkan suku
bunga. Uang yang beredar justru tersedot kembali ke Bank Sentral, karena
suku bunga deposito yang menarik. Kehidupan ekonomi terasa sulit bagi
kaum miskin, sebab uang sulit diperoleh, begitu dapat uang daya belinya
rendah. Sebagian warga terpaksa mencari uang tambahan agar dapat membeli
kebutuhan mereka, kaum buruh kerja lembur, dan yang lain bisnis
sampingan. Hidup mereka diforsir untuk mencari uang. Ini tahap II.
Tahap III, para bankir duduk manis dan menunggu sebagian debitur gagal
bayar dan bangkrut. Ini akan memberi kesempatan kepada bank untuk
menyita kekayaan riil, bisnis, properti dan sebagainya, dengan membayar
harga murah lewat kredit macet. Dengan demikian Bank Sentral dapat
meraih untung, meski sebelumnya mereka telah menguasai 75 % perekonomian
lewat inflasi uang. Pabrik dan bisnis menjadi lesu, sebagian buruh di
PHK, ibu-ibu menggadaikan emas perhiasan mereka untuk bertahan hidup dan
bea pesantren anaknya. Aset masyarakat terus tersedot ke bank. Bahkan
emas perak harus diekpor ke luar negeri sesuai permintaan para bankir
(baca: Kaum Yahudi).
Setelah itu mereka mulai menguasai
industri vital, sumber daya alam, tanah, properti dan media massa.
Pemilik saham Bank Sentral negara ini kemudian berkomplot dengan rekan
mereka sesama Yahudi di pasar valuta asing (Valas). Konspirasi ini untuk
merontokan nilai uang kertas riyal negara Islam tersebut. Kenapa? Sebab
sulthan telah lancang menegakkan syariat Islam secara kaffah, dengan
mencetak nuqud nabawi dinar dirham sebagai wasilah muamalah rakyatnya.
Tentu saja Iblis murka dong.
Pabrik-pabrik dibuat seakan-akan
kolaps, harga-harga kembali meroket, bisnis-bisnis pindah ke luar
negeri, pengangguran kembali marak dan kriminal merajalela, rakyatpun
panik. Dahulu mereka mengharamkan demokrasi apalagi turun ke jalan,
namun krisis ekonomi telah berubah menjadi krisis sosial dan krisis
kepercayaan publik. Semua orang menyalahkan sulthan karena menegakkan
Islam secara benar. Media massa mulai menghujat pemerintah, LSM
nasionalis menuding sulthan terlalu niaf dan ketinggalan jaman, bahkan
sulthan mulai dikait-kaitkan dengan Osama bin Laden, karena sama-sama
Islam fundamental. Islam kaffah zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasalam
jangan diterapkan di zaman modern ini.Batalkan nuqud nabawi sekarang!
Zakat dan muamalah cukup dibayar dengan riyal kertas. Begitu kira-kira
tulisan di spanduk-spanduk pendemo.
Demo berubah menjadi
huru-hara. Dunia Internasional mengecam sulthan, ulama panik dan
mendesak sulthan untuk mengalah, asalkan Islam dibiarkan hidup, meski
hanya diseputar masjid saja. "Ibadah rutin & menuntut ilmu saja ya,
jangan diterapkan sekarang, tunggu khilafah tegak dulu, baru Islam boleh
kaffah dech" Kata investor Yahudi menasihati sulthan.
Pertanyaan: Apakah Riba boleh menjadi halal dengan terbitnya
Undang-undang? Apakah yang Haram menjadi Halal hanya karena mayoritas
manusia telah menggunakan barang Haram tersebut? Apakah sah status
darurat Anda ketika Pemerintah RI telah membolehkan dinar dirham beredar
sejak tahun 2000, sementara dakwah mengenai uang kertas = riba telah di
hadapan anda? Jawabnya cukup di dalam hati Anda saja.
sumber : www.wakalanusantara.com
0 Responses to "MELALUI BANK, YAHUDI KUASAI SEMUA"
Post a Comment