AKI TIREM:
Cikal Bakal Berdirinya Kerajaan Tertua di Jawa (oleh: M. Yusuf)
Siapakah
sesungguhnya tokoh nenek moyang bernama Aki Tirem ini? Pertanyaan ini menarik
sekali diajukan karena memang masih terdapat kesimpangsiuran prihal eksistensi
tokoh legendaris ini. Menurut cerita rakyat Pandeglang, namanya juga dikenal
sebagai Aki Luhurmulya. Bahkan, dia disebut juga sebagai Angling Dharma menurut
Hindu, dan Wali Jangkung menurut Islam.
Namun
demikian ada juga cerira di kalangan masyarakat yang menyebut nama Prabu
Angling Dharma atau Wali Jangkung sebagai nama lain dari Dewawarman. Bahkan
tokoh bernama Angling Dharma ini juga diakui berada di wilayah lain, bukan di
Salakanagara.
Di zamannya
Aki Tirem hanya berpredikat setingkat penghulu, bukan berpangkat raja. Tatkala
sakit, sebelum meninggal dia menyerahkan kekuasaannya kepada menantunya yang
bernama Dewawarman, yang jauh hari sebelumnya telah menikah dengan Nyi Pahoci
Larasti, putrid Aki Tirem.
Atas
pengangkatan ini semua penduduk menerimanya dengan senang hati. Demikian pula
dengan para pengikut Dewawarman karena mereka telah menjadi penduduk di situ,
lagi pula banyak di antara mereka yang telah mempunyai anak.
Lalu,
siapakah Dewawarman ini? Konon, dia adalah seorang yang menjadi duta keliling
negaranya yang terletak di India Selatan, untuk negara-negara lain yang
bersahabat seperti: kerajaan-kerajaan di Ujung Mendini, Bumi Sopala, Yawana,
Syangka, Cina dan Abasid (Mesopotamia), dengan tujuan mempcrerat persahabatan
dan berniaga hasil bumi serta barang-barang lainnya.
Dewawarman
dan rombongan berlabuh di pantai desa Aki Tirem pada awalnya dengan niat untuk
mengisi perbekalan, terutama air. Namun ketika itu desa tersebut tengah dilanda
keresahan karena aksi para perompak. Karena itulah pada mulanya Aki Tirem dan
pasukannya berniat akan memerangi Dewawarman. Namun karena niat baiknya, Aki
Tirem pada akhirnya menerima kehadiran rombongan pengembara dari India Selatan
ini, bahkan penghulu desa di pantai barat Banten tersebut menjodohkan puterinya
dengan Dewawarman.
Setelah
tinggal menetap di desa Aki Tirem, Dewawarman beserta pengikutnya selalu
berkeliling melindungi penduduk karena kampung-kampung di sepanjang pesisir itu
memang sering didatangi bajak laut dan pcrompak. Sampai suatu ketika, perahu
perompak datang di tempat itu dan berlabuh di tepi pantai. Para perompak itu
sama sekali tidak melihat bahwa dirinya telah dikepung oleh pasukan Dewawarman
yang bersembunyi dan berpencar dengan siaga penuh. Dewawarman beserta
pasukannya dan pasukan Aki Tirem segera membuka serangan tanpa memberikan
kesempatan kepada para perompak itu untuk mempersiapkan diri. Pcrtempuran pun
terjadi.
Diceritakan,
gerombolan perompak itu dapat dikalahkan. Dewawarman dan pasukannya unggul
dalam pertempuran. Perompak yang mati ada 37 orang dan sisanya yang tertawan ada
22 orang. Anggota pasukan Dewawarman yang tewas ada dua orang, sedangkan
anggota pasukan Aki Tirem tewas 5 orang. Semua perompak yang ditawan akhirnya
mati digantung. Aki Tirem memperoleh perahu rampasan lengkap dengan
barang-barang, senjata dan pcrsediaan makanan para perompak.
Kisahkan
pula, setelah Aki Tirem wafat, sang Dewawarman menggantikannya sebagai penguasa
di situ dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara.
Sedang isterinya, Nyi Pohaci Larasati menjadi permaisuri dengan gelar Dewi
Dwani Rahayu. Kerajaannya diberi nama Salakanagara.
Menurut
Naskah Wangsakerta Aki Tirem adalah putera Ki Srengga, Ki Srengga putera Nyai
Sariti Warawiri, Nyai Sariti Warawiri puteri Aki Bajulpakel, Aki Bajulpakel
putera Aki Dungkul dari Swarnabhumi bagian selatan kemudian berdiam di Banten,
Aki Dungkul putera Ki Pawang Sawer, Ki Pawang Sawer Putera Datuk Pawang Marga,
Datuk Pawang Marga putera Ki Bagang yang berdiam di Swarnabhumi sebelah utara,
Ki Bagang putera Datuk Waling yang berdiam di Pulau Hujung Mendini, Datuk
Waling putera Datuk Banda ia berdiam di dukuh tepi sungai, Datuk Banda putera
Nesan, yang berasal dari Langkasungka. Sedangkan Nenek moyangnya berasal dari
negeri Yawana sebelah barat.
Jika
dipelajari lebih jauh lagi, naskah Wangsakerta yang ditulis pada tahun 1677 M
menceritakan, bahwa pendatang dari Yawana dan Syangka yang termasuk ke dalam
kelompok manusia purba tengahan (Janma Purwwamadhya) tiba kira-kira tahun 1.600
sebelum Saka. Kaum pendatang yang tiba di Pulau Jawa kira-kira antara 300
sampai dengan 100 tahun sebelum Saka. Mereka telah memiliki ilmu yang tinggi
(Widyanipuna) dan telah melakukan perdagangan serbaneka barang. Para pendatang
ini menyebar ke pulau-pulau Nusantara.
Wangaskerta
menjelaskan pula: Oleh para mahakawi yang terlibat dalam penyusunan naskah
Wangsakerta disebut jaman besi (wesiyuga), karena mereka dianggap telah mampu
membuat berbagai macam barang dan senjata dari besi, yang lebih penting, mereka
telah mengenal penggunaan emas dan perak.
Sebenarnya
bukan hanya berdagang, tetapi merekapun merasuk ke desa-desa, seolah-olah
semuanya milik mereka. Pribumi yang tidak mau menurut atau menghadangnya segera
dikalahkan. Merekapun harus menjadi orang bawahan yang harus tunduk pada
keinginan mereka.
Antara tahun
100 sebelum Saka sampai awal tahun Saka masih banyak kaum pendatang yang tiba
di Nusantara dari negeri-negeri sebelah timur dan selatan India, yang juga
telah memiliki pengetahuan yang tinggi.
Dari kisah
ini dapat diambil kesimpulan, bahwa pengambilan nama Salakanagara, atau
Kotaperak, atau Argyre memang wajar dan sangat terkait dengan zaman tersebut,
yang dikisahkan oleh para Mahakawi sebagai zaman besi (wesiyuga), zaman manusia
di Nusantara telah mengenal penggunaan besi dan perak sebagai perkakas.
Sedangkan
kaum pendatang, seperti Dewawarman dari India datang ketempat tersebut
dimungkinkan untuk berdagang dan mencari perak. Mungkin ini juga yang menjadi
minat mereka singgah di perkampungan pesisir Aki Tirem.
Ada juga
yang mengisahkan bahwa Akti Tirem ketika digantikan Dewawarman belum wafat,
namun dia sengaja mengundurkan diri dari keramaian dunia dan pergi bertapa.
Dewawarman kemudian dinobatkan menjadi raja pertama Salakanagara.
Penyerahan
kekuasaan tersebut terjadi pada tahun 122 M. Dan pada saat itu diberlakukan
pula penanggalan Sunda yang dikenal dengan sebutan Saka Sunda.
Klan
Dewawarman menjadi raja Salakanagara secara turun menurun. Dewawarman I
berkuasa selama 38 tahun sejak dinobatkan pada tahun 52 Saka atau 130 M. Selama
masa pemerintahan dia pun mengutus adiknya yang merangkap Senapati, bernama
Bahadur Harigana Jayasakti untuk menjadi raja daerah Mandala, Ujung Kulon.
Sedangkan adiknya yang lain, bernama Sweta Liman Sakti dijadikan raja daerah
Tanjung Kidul dengan ibukotanya Agrabhintapura. Nama Agrabhinta dimungkinkan
terkait dengan nama daerah berada di daerah Cianjur Selatan, sekarang menjadi
daerah perkebunan Agrabhinta, hanya karena sulit diakses, daerah tersebut
seperti menjadi daerah tertinggal.
Dalam
catatan sejarah, raja-raja Salakanagara yang menggunakan nawa Dewawarman sampai
pada Dewawarman IX. Hanya saja setelah Dewawarman VIII, atau pada tahun 362
pusat pemerintahan dari Rajatapura dialihkan ke Tarumanagara. Sedangkan
Salakanagara pada akhirnya menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara.
Selama
kejayaan Salakanagara gangguan yang sangat serius datangnya dari para perompak.
Hingga pernah kedatangan perompak Cina. Namun berkat keuletan Dewawarman dengan
membuka hubungan diplomatik dengan Cina dan India pada akhirnya Salakanagara
dapat hidup damai dan sentausa.
Selain
adanya perkiraan jejak peninggalan Salakanagara, seperti batu menhir, dolmen
dan batu magnet yang terletak di daerah Banten, berdasarkan penelitian juga
ditemukan bahwa penanggalan sunda atau Kala Sunda dinyatakan ada sejak zaman
Aki Tirem. Penanggalan tersebut kemudian dinamakan Caka Sunda. Perhitungan Kala
Saka mendasarkan pada Matahari 365 hari dan Bulan 354 hari. Masing-masing tahun
mengenal taun pendek dan panjang.
Dimuat di
Majalah Misteri edisi 513 20 Mei – 04 Juni 2011
0 Responses to "ARKHYTIRHEMA : CIKAL BAKAL BERDIRINYA KERAJAAN TERTUA DI JAWA"
Post a Comment