Ada
pembahasan yang cukup menarik dan sekaligus sangat menggelitik
pikiranku, ya seperti yang pernah saya ikuti sebuah kajian tentang “Mengungkap Negri Saba” yang
dibawakan oleh K.H. Fahmi Basya, beliau menggambarkan begitu detil
sekali berawal dari pembahasan suroh Saba ayat 18 yang artinya
“Dan
kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan
berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan
antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. berjalanlah kamu di
kota-kota itu pada malam hari dan siang hari dengan dengan aman”
Ya sebelum berbicara mengenai Negri SABA saya mencoba untuk membahas mengenai Negri ATLANTIS dulu karena nanti bisa ketemu benang merahnya.
Prof Arysio Santos mengatakan
untuk bisa menghubungkan sejarah masa lalu itu butuh waktu yang panjang
selama 30 tahun beliau meneliti tentang benua ATLANTIS yang sempat
dinyatakan hilang dan benua itu sekarang telah ditemukan yaitu di
Negara Indonesia.
Dari Peradaban awal manusia di Atlantis (Nusantara) ke Plato lalu kembali Indonesia kini.
“Setiap
umat mempunyai batas waktu (ajal-nya), makakala ia telah tiba, maka
mereka tidak akan bisa mengundurkannya sesaat pun, tidak pula mereka
bisa memajukannya.” (QS 7:34)
Lalu
apa hubungannya dengan Plato, filosof kelahiran Yunani (Greek
philosopher) yang hidup 427-347 Sebelum Masehi (SM)? Plato adalah salah
seorang murid Socrates, filosof arif bijaksana, yang kemudian mati
diracun oleh penguasa Athena yang zalim pada tahun 399 SM. Setelah
kematian gurunya, Plato sering bertualang, termasuk perjalanannya ke
Mesir.
Pada
tahun 387 SM dia kembali ke Athena dan mendirikan Academy, sebuah
sekolah ilmu pengetahuan dan filsafat, yang kemudian menjadi model buat
universitas moderen. Murid yang paling terkenal dari Academy tersebut
adalah Aristoteles yang ajarannya punya pengaruh yang hebat terhadap
filsafat sampai saat ini.
Demi
pemeliharaan Academy, banyak karya Plato yang terselamatkan. Kebanyakan
karya tulisnya berbentuk surat-surat dan dialog-dialog, yang paling
terkenal adalah Republic. Karya tulisnya mencakup subjek yang terentang
dari ilmu pengetahuan sampai kepada kebahagiaan, dari politik hingga
ilmu alam.
Dua dari dialognya, Timeaus and Critias, memuat satu-satunya referensi orsinil tentang pulau Atlantis (the island of Atlantis).
Plato
menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan
gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan
banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam.
Bagian itulah yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis.
Penelitian
mutakhir yang dilakukan oleh Prof. Dr. Aryso Santos, menegaskan
teorinya bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut
Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia menghasilkan
buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization of Plato’s Lost Civilization (2005).
Santos menampilkan 33 perbandingan ciri-ciri dari 12 lokasi di muka
bumi yang diduga para sarjana lain sebagai situs Atlantis, seperti luas
wilayahnya, cuacanya, kekayaan alamnya, gunung berapinya, dan cara
bertaninya, dll. yang akhirnya Santos menyimpulkan bahwa Atlantis itu
adalah Indonesia sekarang. Salah satu buktinya adalah sistem terasisasi
sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh
Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.
Aryso
Santos juga menerapkan analisis filologis (ilmu kebahasaan),
antropologis dan arkeologis dalam penelitiannya. Dia banyak mendapatkan
petunjuk dari reflief-relief dari bangunan-bangunan dan artefak
bersejarah dan piramida di Mesir, kuil-kuil suci peninggalan peradaban
Maya dan Aztec di Amerika Selatan, candi-candi dan artefak-artefak
bersejarah peninggalan peradaban Hindu di lembah sungai Hindustan
(Peradaban Mohenjodaro dan Harrapa). Juga dia mengumpulkan
petunjuk-petunjuk dari naskah-naskah kuno, kitab-kita suci berbagai
agama seperti the Bible dan kitab suci Hindu Rig Veda, Puranas, dll.
Piramida Aztex di Benua Amerika
Piramida Aztex di Benua Amerika
Konteks Indonesia Secara Geologis dan Geografis
Menurut
Prof. Dr. H. Priyatna Abdul Rasyid, Ph.D. Direktur Kehormatan
International Institute of Space Law (IISL), Paris-Prancis: bukanlah
suatu kebetulan ketika Indonesia pada tahun 1958, atas gagasan Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmadja melalui UU No. 4 Perpu tahun 1960, mencetuskan
Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa negara Indonesia dengan
perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah nusantara. Fakta itu
kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk
penelitian Santos, pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah
negara Indonesia merupakan suatu benua yang menyatu. Tidak
terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti halnya sekarang.
Santos
menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang
memben-tang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa,
Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai
pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan
dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari
Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Teori
Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat
letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu
sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era
Pleistocene) . Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara
bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu,
maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air yang berasal dari
es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan
gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi
di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Samosir, yang
merupakan puncak gunung Toba yang meletus pada saat itu. Letusan yang
paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang
memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat
dataran Sunda.
Kata Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol).
Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat
dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu
pengetahuan-teknologi, dan lain-lainnya. Plato menduga bahwa letak
Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh
bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh.Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana yang
berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang
oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo,
Einstein, dan Stephen Hawking.
Santos
berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu
berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung
berapi itu, menyebabkan lapisan es di muka bumi mencair dan mengalir ke
samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu
gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan
tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada
pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi
oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan
gelombang tsunami yang dahsyat. Santos, dengan mengutip teori para
geolog, menamakannya sebagai Heinrich Events, bencana katastrop yang
berdampak global. Beberapa artikel resume dari buku Aryso Santos ini
dipublikasikan di situs internetnya di http://www.atlan.org.
Menurut Santos, dalam usaha mengemukakan pendapat
mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah melakukan dua
kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar.
Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera
Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian militer Amerika Serikat
di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua
yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa
yang berkata, “Amicus Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.”
Priyatna
mengatakan: ”Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato
dan Santos sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam
itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik
Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di
Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar,
Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani.
Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.”
Ketiga,
soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur
air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke
dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam
yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak
dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di
Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang
menunjukkan adanya sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada
kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur panas dari
masa yang lampau.
Menurut
Priyatna, bahwa Indonesia adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli
waris Atlantis, tentu harus membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak
rendah diri di dalam pergaulan internasional, sebab Atlantis pada
masanya ialah pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan
bencana, sebagaimana telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita
belajar dari sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan
mutakhir untuk dapat mengatasinya.
Koran Republika, Sabtu, 18 Juni 2005 menulis bahwa para peneliti AS menyatakan bahwa Atlantis is Indonesia.
Hingga kini cerita tentang benua yang hilang ‘Atlantis’ masih
terselimuti kabut misteri. Sebagian orang menganggap Atlantis cuma
dongeng belaka, meski tak kurang 5.000 buku soal Atlantis telah ditulis
oleh para pakar.
Bagi para arkeolog atau oceanografer moderen,
Atlantis tetap merupakan obyek menarik terutama soal teka-teki di mana
sebetulnya lokasi sang benua. Banyak ilmuwan menyebut benua Atlantis
terletak di Samudera Atlantik.
Sebagian
arkeolog Amerika Serikat (AS) bahkan meyakini benua Atlantis dulunya
adalah sebuah pulau besar bernama Sunda Land, suatu wilayah yang kini
ditempati Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Sekitar 11.600 tahun silam,
benua itu tenggelam diterjang banjir besar seiring berakhirnya zaman es.
”Para peneliti AS ini menyatakan bahwa Atlantis is Indonesia,”
kata Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Umar Anggara
Jenny, Jumat (17/6), di sela-sela rencana gelaran ‘International Symposium on The Dispersal of Austronesian and the Ethnogeneses of the People in Indonesia Archipelago, 28-30 Juni 2005.
Kata
Umar, dalam dua dekade terakhir memang diperoleh banyak temuan penting
soal penyebaran dan asal usul manusia. Salah satu temuan penting ini
adalah hipotesa adanya sebuah pulau besar sekali di Laut Cina Selatan
yang tenggelam setelah zaman es.
Hipotesa
itu, kata Umar, berdasarkan pada kajian ilmiah seiring makin
mutakhirnya pengetahuan tentang arkeologi molekuler. Tema ini,
lanjutnya, bahkan menjadi salah satu hal yang diangkat dalam simposium
internasional di Solo, 28-30 Juni 2005
Menurut
Umar, salah satu pulau penting yang tersisa dari benua Atlantis — jika
memang benar — adalah Pulau Natuna, Riau. Berdasarkan kajian
biomolekuler, penduduk asli Natuna diketahui memiliki gen yang mirip
dengan bangsa Austronesia tertua.
Bangsa
Austronesia diyakini memiliki tingkat kebudayaan tinggi, seperti
bayangan tentang bangsa Atlantis yang disebut-sebut dalam mitos Plato.
Ketika zaman es berakhir, yang ditandai tenggelamnya ‘benua Atlantis’,
bangsa Austronesia menyebar ke berbagai penjuru.
Mereka
lalu menciptakan keragaman budaya dan bahasa pada masyarakat lokal yang
disinggahinya dalam tempo cepat yakni pada 3.500 sampai 5.000 tahun
lampau. Kini rumpun Austronesia menempati separuh muka bumi.
Ketua
Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), Harry Truman Simanjuntak,
mengakui memang ada pendapat dari sebagian pakar yang menyatakan bahwa
benua Atlantis terletak di Indonesia. Namun hal itu masih debatable.
Yang
jelas, terang Harry, memang benar ada sebuah daratan besar yang dahulu
kala bernama Sunda Land. Luas daratan itu kira-kira dua kali negara
India. ”Benar, daratan itu hilang. Dan kini tinggal Sumatra, Jawa atau
Kalimantan,” terang Harry. Menurut dia, sah-sah saja para ilmuwan
mengatakan bahwa wilayah yang tenggelam itu adalah benua Atlantis yang
hilang, meski itu masih menjadi perdebatan yang perlu diverifikasi
secara ilmiah oleh berbagai pihak yang berwenang (otoritatif), misalnya
Badan Arkeologi Nasional RI.
Dominasi Austronesia
The
biblical flood really did occur – at the end of the last Ice Age. The
Flood drowned for ever the huge continetal shelf of Southeast Asia, and
caused a population dispersal which fertilized the Neolithic cultures of
China, India, Mesopotamia, Egypt and the eastern Mediterranean, thus
creating the first civilizations. The Polynesians did not come from
China but from the islands of Southeast Asia. The domestication of rice
was not in China but in the Malay Peninsula, 9,000 years ago. In this
ground breaking new book Stephen Oppenheimer reveals how evidence from
oceanography, archaeology, linguistics, genetics and folklore
overwhelmingly suggests that the lost ‘Eden’ – the cradle of
civilization – was not in the Middle East, as is usually supposed, but
in the drowned continent of Southeast Asia. ( Stephen Oppenheimer)
Menurut
Umar Anggara Jenny, Austronesia sebagai rumpun bahasa merupakan sebuah
fenomena besar dalam sejarah manusia. Rumpun ini memiliki sebaran yang
paling luas, mencakup lebih dari 1.200 bahasa yang tersebar dari
Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di Timur. Bahasa tersebut kini
dituturkan oleh lebih dari 300 juta orang.
”Pertanyaannya
dari mana asal-usul mereka? Mengapa sebarannya begitu meluas dan cepat
yakni dalam 3500-5000 tahun yang lalu. Bagaimana cara adaptasinya
sehingga memiliki keragaman budaya yang tinggi,” tutur Umar.
Salah
satu teori, menurut Harry Truman, mengatakan penutur bahasa Austronesia
berasal dari Sunda Land yang tenggelam di akhir zaman es. Populasi yang
sudah maju, proto-Austronesia, menyebar hingga ke Asia daratan hingga
ke Mesopotamia, mempengaruhi penduduk lokal dan mengembangkan peradaban.
Peta
Penyebaran Umat Manusia pasca Ledakan Supervolcano Toba 75.000 tahun
yang lalu. Silahkan di-klik link-nya untuk melihat animasi lengkapnya
Apa
yang diungkap Prof. Dr. Umar Anggara Jenny dan Harry Truman tentang
sebaran dan pengaruh bahasa dan bangsa Austronesia ini dibenarkan oleh
Prof.Dr. Abdul Hadi WM, budayawan dan sastrawan terkemuka Indonesia.
Konteks Indonesia secara Filosofis dan Spiritual
Secara filosofis dan historis, apa yang telah dirumuskan oleh para Founding Fathers Republik
Indonesia menjadi Panca Sila, apakah secara langsung atau tidak,
mungkin terinspirasi atau ada kemiripan (paralelisme) dengan konsep
Plato tentang “Negara Ideal” yang tertulis dalam karyanya “Republic”.
Konsep Plato tentang sistem kepemimpinan masyarakat dan siapa yang
berhak memimpin bangsa, bukanlah berdasarkan sistem demokrasi
formal-prosedural yang liberal ala demokrasi Barat (Amerika) saat ini.
Secara sederhana konsep kepemimpinan Platonis adalah “King Philosopher” atau “Philospher King”. Konsep ini Plato dapatkan dari kisah tentang sistem pemerintahan dan negara Atlantis.
Menurut
Plato suatu bangsa hanyalah akan selamat hanya bila dipimpin oleh orang
yang dipimpin oleh “kepala”-nya (oleh akal sehat, ilmu pengetahuan dan
hati nuraninya), dan bukan oleh orang yang dipimpin oleh “otot dan dada”
(arogansi), bukan pula oleh “perut” (keserakahan), atau oleh “apa yang
ada di bawah perut” (hawa nafsu). Hanya para filosof, yang dipimpin oleh
kepalanya, yaitu para pecinta kebenaran dan kebijaksanaan-lah yang
dapat memimpin dengan selamat, dan bukan pula para sophis (para
intelektual pelacur, demagog) seperti orang kaya yang serakah (tipe
Qarun, “manusia perut” zaman Nabi Musa), atau tipe Bal’am
(ulama-intelektual-penyihir yang melacurkan ilmunya kepada tiran
Fir’aun). Plato membagi jenis karakter manusia menjadi 3: “manusia
kepala” (para filosofof-cendikiawan-arif bijaksana), “manusia otot dan
dada” (militer), dan “manusia perut” (para pedagang,
bisnisman-konglomerat). Negara akan hancur dan kacau bila diserahkan
kepemimpinannya kepada “manusia otot-dada” atau “manusia perut”, menurut
Plato.
Dr. Jalaluddin Rakhmat menjelaskan dalam konteks terminologi agama mutakhir: Islam, istilahPhilosophia atau Sapientia, era Yunani itu identik dengan terminologi Hikmah dalam al-Qur’an. Istilah Hikmah terkait dengan Hukum (hukum-hukum
Tuhan Allah SWT yang tertuang dalam Kitab-Kitab Suci para Nabi dan para
Rasul Allah, utamanya Al-Qur’an al-Karim, dan Sunnah Rasulullah
terakhir Muhammad SAW, yang telah merangkum dan melengkapi serta
menyempurnakan ajaran dan hukum rangkaian para nabi dan rasul Allah
sebelumnya. Hukum yang berdasarkan dan bergandengan dengan Hikmah, bila ditegakkan oleh para Hakim dalam sebuah sistem Hukumah (pemerintahan)
inilah yang akan benar-benar dapat merealisasikan prinsip Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah-kebijaksanaan dalam
permusyawaratan-perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Maka
semakin jelaslah mengapa konsep kepemimpinan berdasarkan Panca Sila itu
terkait erat dengan konsep kepemimpinan negara versi Plato, karena ia
mengambilnya dari peradaban tertua yang luhur dari peradaban umat
manusia pertama (Adam As dan keturunannya) yang mendapat hidayah dan
ilmu langsung dari Tuhan YME: Allah SWT. Dan entah benar atau tidak,
lokasinya adalah di Nusantara (Asia Tenggara).
Plato
mendapatkan ilham filsafat politiknya serta informasi tentang peradaban
dan perikehidupan bangsa antik yang luhur Atlantis, dari Socrates
gurunya, juga dari jalur kakeknya yang bernama Critias. Di mana Critias
mendapatkan berita tentang Atlantis dari Solon yang mendapatkannya dari
para pendeta (ruhaniawan) di Mesir kuno.
Menurut
penelitian Aryso Santos, para pendeta (rohaniwan) Mesir kuno ini,
mewarisi informasi tentang Atlantis ini dari para leluhurnya yang
berasal dari Hindustan (India yang merupakan peradaban Atlantis ke-2)
dari peradaban bangsa Atlantis pertama di Sunda Land (Lemuria) atau
Nusantara. Aryso Santos juga menemukan banyak informasi-informasi yang
mengarahkan kesimpulannya dari artefak-artefak dan situs bersejarah di
Mesir.
Aryso
Santos juga menemukan bahwa cerita tentang Atlantis terkait dengan
kisah para “dewa’ dalam mitologi Yunani dan perikedupan manusia pertama,
keluarganya dan masyarakat keturunannya,. Cerita ini ada kemiripan
dengan kisah Zeus dalam mitology dan legenda Yunani, juga dengan kisah
dalam kitab suci Hindu Rig Veda, Puranas, dll. “All nations,
of all times, believed in the existence of a Primordial Paradise where
Man originated and developed the fist civilization ever. This story,
real and true, is told in the Bible and in Hindu Holy Books such a the
Rig Veda, the Puranas and many others. That this Paradise lay “towards
the Orient” no one doubts, excepting some die-hard scientists who
stolidly hold that the different civilizations developed independently
from each other even in such unlikely, late places such as Europe, the
Americas or the middle of the Atlantic Ocean. This, despite the very
considerable contrary evidence that has developed from essentially all
fields of the human sciences, particularly the anthropological ones. It
is mainly on those that we base our arguments in favor of the reality of
a pristine source of human civilization traditionally called Atlantis
or Eden, etc.” tulis Aryso Santos.
Yang
cukup mengejutkan adalah bahwa Peradaban kuno Atlantis, yang
kemungkinan adalah peradaban pertama umat manusia, justru sudah beradab
(civilized) dan punya kemampuan sains dan teknologi, dan sistem
kemasyarakatan dan ketatanegaraan ideal yang cukup maju yang tak
terbayangkan oleh kita sekarang itu dapat terjadi 11.600 tahun yang
lalu. Dari sudut pandang umat Islam, hal ini tidaklah mengherankan,
karena Nabi Adam, sebagai manusia (kalifatullah) pertama telah diajari
Allah semua ilmu pengetahuan tentang nama-nama (QS 2 : 30)
Kembali kepembahasan Negri SABA Ada 12 point yang menjadi bukti berdasarkan Alquran bahwa SABA itu adalah di pulau jawa dan bukan di YAMAN.
Di ilmu sejarah kita candi borobudur didirikan pada abad ke 7 tapi menurut teori paruh waktu bahwa penelitian terhadap batu tersebut nggak bisa diitung umurnya dengan Isotop C .
Sehingga bisa ditarik hipotesa bahwa Borobudur tidak dibuat pada abad ke 7.
Adapun mengenai phenomena angka 19 antum jangan lupa bahwa phenomena 19 di dalam Al-Quran itu berasal dari kalimat Bismillaahhirrahmaanirrahiim yang 19 huruf
Kalimat Bismillaahhirrahmaanirrahiim” kata Fahmi Basya, ya ini yang memperkenalkannya kepada kita adalah Nabi Sulaiman. Ketika dia berkirim surat kepada Ratu Saba’
Kop Surat dari Surat Sulaiman itu adalah kalimat Bismillaahhirrahmaanirrahiim
Isi suratnya adalah :”Allaa ta’luu ‘alaiyya, wa’tuunii muslimin” (Jangan menyombong kepada ku dan datanglah kepada ku dengan menyerah diri”). Dan perlu diketahui surat itu sampai sekarang masih ada yaitu di Musium Nasional berupa lempengan emas bertuliskan Bismillah, surat itu awalnya ditemukan dikolam dekat candi Borubudur.
Jadi, dapat dikatakan bahwa Phenomena 19 itu sudah diketahui oleh Nabi Sulaiman. Sebab itu di Borobudur ada Phenomena 19.
Karena yang membuat Borobudur itu bukan manusia saja, tetapi juga Jin, maka segaris lurusnya tiga candi Borobudur, Pawon dan Mendut, bukanlah hal yang kebetulan. Karena Jin bisa melihatnya dari atas.
Untuk apa mereka membuat ketiga candi itu segaris lurus ?
Untuk membuat gambar Gerhana. Dengan demikian mereka memberitakan bahwa Borobudur itu Gambar Matahari, dan Mendut adalah gambar Bumi. Itu sebab Mendut mewakili manusia. Di sana ada sebuah patung manusia sebagai wakil penduduk bumi adalah manusia.
Mengapa Borobudur itu gambar matahari ? karena Ya…… si Ratu Saba’ itu dulunya kan menyembah matahari, jadi ‘Arsy dia itu ada nuansa mataharinya.
Mengapa candi-candi itu menggambarkan Mihrab-Mihrab?? Ya … begitu disebut di dalam Al-Quran, jin-jin yang bekerja atas paksaan Sulaiman itu, mereka membuat mihrab-mihrab
12.Dan untuk Sulaiman, angin bertiup pada pagi hari sebulan dan bertiup pada petang hari sebulan. Dan kami alirkan baginya mata air dari tembaga, dan kami mudahkan sebagian dari Jin bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya, dan siapa dari mereka berpaling dari perintah kami, niscaya kami rasakan baginya dari azab api yang bernyala.
13.Mereka kerjakan untuknya apa yang ia kehendaki dari Mihrab-Mihrab dan Patung-patung dan Piring-piring seperti Kolam-Kolam dan Kuali-Kuali yang tetap ………………
(Al-Quran, surat Saba’, ke 34 ayat 12-13). Nah kalau penelitian ini benar bahwa yang dimaksud Negara Atlantis itu adalah peninggalan Nabi Sulaiman dan Ratu Bulqis sungguh luar biasa bangsa ini, ia telah mewarisi peradaban yang mulia tersebut Wallahu a’lam bissawaab.
0 Responses to "MENARIK BENANG MERAH ANTARA BENUA ATLANTIS DENGAN NEGERI SABA"
Post a Comment