Salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW
adalah diperjalankannya beliau oleh Allah SWT melalui peristiwa Isra’
Mi’raj. Banyak yang coba mengungkapkan peristiwa tersebut secara
ilmiah, salah satunya melalui Teori Fisika paling mutahir, yang
dikemukakan oleh Dr. Stephen Hawking.
Teori Lubang Cacing
Raksasa di dunia ilmu fisika yang
pertama adalah Isaac Newton (1642-1727) dengan bukunya : Philosophia
Naturalis Principia Mathematica, menerangkan tentang konsep Gaya
dalam Hukum Gravitasi dan Hukum Gerak.
Kemudian dilanjutkan oleh Albert
Einstein (1879-1955) dengan Teori Relativitasnya yang terbagi atas
Relativitas Khusus (1905) dan Relativitas Umum (1907).
Dan yang terakhir adalah Stephen
William Hawking, CH, CBE, FRS (lahir di Oxford, Britania Raya, 8
Januari 1942), beliau dikenal sebagai ahli fisika teoritis.
Dr. Stephen Hawking dikenal akan
sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama sekali karena
teori-teorinya mengenai tiori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang
hitam, dan tulisan-tulisan topnya di mana ia membicarakan teori-teori
dan kosmologinya secara umum.
Tulisan-tulisannya ini termasuk novel
ilmiah ringan A Brief History of Time, yang tercantum dalam daftar
bestseller di Sunday Times London selama 237 minggu berturut-turut,
suatu periode terpanjang dalam sejarah.
Berdasarkan teori Roger Penrose :
“Bintang yang telah kehabisan bahan bakarnya akan runtuh akibat gravitasinya sendiri dan menjadi sebuah titik kecil dengan rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga, sehingga menjadi sebuah singularitas di pusat lubang hitam (black hole).“
Dengan cara membalik prosesnya, maka diperoleh teori berikut :
Lebih dari 15 milyar tahun yang lalu,
penciptaan alam semesta dimulai dari sebuah singularitas dengan
rapatan dan kelengkungan ruang waktu yang tak terhingga, meledak dan
mengembang. Peristiwa ini disebut Dentuman Besar (Big Bang), dan
sampai sekarang alam semesta ini masih terus mengembang hingga
mencapai radius maksimum sebelum akhirnya mengalami Keruntuhan Besar
(kiamat) menuju singularitas yang kacau dan tak teratur.
Dalam kondisi singularitas awal jagat
raya, Teori Relativitas, karena rapatan dan kelengkungan ruang waktu
yang tak terhingga akan menghasilkan besaran yang tidak dapat
diramalkan.
Menurut Hawking bila kita tidak bisa
menggunakan teori relativitas pada awal penciptaan “jagat raya”,
padahal tahap-tahap pengembangan jagat raya dimulai dari situ, maka
teori relativitas itu juga tidak bisa dipakai pada semua tahapnya.
Di sini kita harus menggunakan
mekanika kuantum. Penggunaan mekanika kuantum pada alam semesta akan
menghasilkan alam semesta “tanpa pangkal ujung” karena adanya waktu
maya dan ruang kuantum.
Pada kondisi waktu nyata (waktu
manusia) waktu hanya bisa berjalan maju dengan laju tetap, menuju
nanti, besok, seminggu, sebulan, setahun lagi dan seterusnya, tidak
bisa melompat ke masa lalu atau masa depan.
Menurut Hawking, pada kondisi waktu
maya (waktu Tuhan) melalui “lubang cacing” kita bisa pergi ke waktu
manapun dalam riwayat bumi, bisa pergi ke masa lalu dan ke masa
depan.
Hal ini bermakna, masa depan dan
kiamat (dalam waktu maya) menurut Hawking “telah ada dan sudah
selesai” sejak diciptakannya alam semesta. Selain itu melalui “lubang
cacing” kita bisa pergi ke manapun di seluruh alam semesta dengan
seketika.
Jadi dalam pandangan Hawking takdir itu tidak bisa diubah, sudah jadi sejak diciptakannya.
Dalam bahasa ilmu kalam :
“Tinta takdir yang jumlahnya lebih banyak daripada seluruh air yang ada di tujuh samudera di bumi telah habis dituliskan di Lauhul Mahfudz pada awal penciptaan, tidak tersisa lagi (tinta) untuk menuliskan perubahannya barang setetes.”
Menurut Dr. H.M. Nasim Fauzi, sesuai
dengan teori Stephen Hawking, manusia dengan waktu nyatanya tidak
bisa menjangkau masa depan (dan masa silam).
Tetapi bila manusia dengan kekuasaan
Allah, bisa memasuki waktu maya (waktu Allah) maka manusia melalui
“lubang cacing” bisa pergi ke masa depan yaitu masa kiamat dan
sesudahnya, bisa melihat masa kebangkitan, neraka dan shiroth serta
bisa melihat surga kemudian kembali ke masa kini, seperti yang
terjadi pada Nabi Muhammad SAW, sewaktu menjalani Isra’ dan Mi’raj.
Sebagaimana firman Allah :
Dan Sesungguhnya Muhammad Telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidrotil Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal . . .(QS. An Najm / 53:13-15)
Nampaknya dalam mengungkap Perjalanan
Isra, Teori Hawking dengan “Lubang Cacing”-nya, sama logisnya dengan
Teori Menerobos Garis Tengah Jagat Raya namun meskipun begitu, teori
Hawking, tidak semuanya bisa kita terima dengan mentah-mentah.
Seandainya benar, Rasulullah
diperjalankan Allah melalui “lubang cacing” semesta, seperti yang
diutarakan oleh Dr. H.M. Nasim Fauzi, harus diingat bahwa perjalanan
tersebut adalah perjalanan lintas alam, yakni menuju ke tempat yang
kelak dipersiapkan bagi umat manusia, di masa mendatang (surga).
Rasulullah dari masa ketika itu (saat
pergi), berangkat menuju surga, dan pada akhirnya kembali ke masa
ketika itu (saat pulang).
Dan dengan mengambil teladan peristiwa Isra, kita bisa ambil kesimpulan :
1. Manusia dengan kekuasaan Allah, dapat melakukan perjalanan lintas alam, untuk kemudian kembali kepada waktu normal.
2. Manusia yang melakukan perjalanan ke masa depan, namun masih pada ruang dimensi alam yang sama, tidak akan kembali kepada masa silam (mungkin sebagaimana terjadi pada Para Pemuda Kahfi).
3. Manusia sekarang, ada kemungkinan dikunjungi makhluk masa silam, tetapi mustahil bisa dikunjungi oleh makhluk masa depan. Hal ini semakin mempertegas, semua kejadian di masa depan, hanya dipengaruhi oleh kejadian di masa sebelumnya.Semoga menambah wawasan kita semua
WaLLahu a’lamu bisshawab…